Rabu, 27 Oktober 2010

Investasi Pohon Jabon


POHON Jabon, relatif belum dikenal petani yang berkecimpung dalam budidaya tanaman keras di daerah Kendal. Padahal, pohon bernama latin antochepalus chineasis memiliki nilai ekonomis cukup tinggi.
Batang kayu pohon Jabon antara lain bisa dimanfaatkan untuk bahan baku kayu lapis, vinir, wood parking, papan tripleks, furniture. Bahkan, konon kayu yang dihasilkan tersebut kualitasnya lebih bagus daripada pohon sengon.
Paling tidak, Jabon bisa menjadi alternatif bagi petani untuk mengganti tanaman sengon yang terserang penyakit karat tumor, seperti yang terjadi akhir-akhir ini di wilayah eks Kawedanan Selakaton, yakni Kecamatan Sukorejo, Plantungan, dan Patean.
Untuk mengenalkan pohon Jabon, Perhutani Unit I Jateng pada Minggu (23/11) bekerja sama dengan warga telah melaksanakan penanaman pertama pohon Jabon di Desa Wonodari, Plantungan. Rencananya, pohon berdaun lebar ini akan ditanam di lahan seluas 50 hektare yang tersebar di Desa Wonodadi, Kediten, serta Pikatan. Lokasi penanaman adalah lahan milik warga, atau di luar kawasan Perhutani.
Menurut Cahyo Kawedar SHut, selaku petugas pembinaan hutan Perhutani, penanaman Jabon merupakan program pembangunan hutan rakyat yang bermitra dengan instansinya.
Masyarakat menaman pada lahan milik mereka, sedangkan Perhutani membantu bibit dan biaya pemeliharaan. Tanaman Jabon dipilih karena cepat tumbuh (dalam waktu sekitar 5 tahun, bisa dipanen dengan diameter batang pohon di atas 30 cm dan memiliki tinggi hingga 15 meter).
Tanaman mempunyai batang silinder, dengan tingkat kelurusan yang relatif bagus dan tak perlu memangkas dahan, karena bersifat menggugurkan daunnya sendiri. Tanaman memiliki kayu berwarna putih kekuningan, tekstur halus, dan mudah dikupas. ’’Kualitas pohon cenderung lebih bagus, daripada pohon sengon. Dalam kurun lima tahun, petani diperkirakan mampu meraup keuntungan ratusan juta, dengan menaman Jabon di lahan seluas satu hektare. Kalau dalam setiap hektarenya menghasilkan kayu 350 m3, keuntungan yang didapat mencapai Rp 300 juta,’’ kata Cahyo, kemarin.
Pihaknya optimistis, tanaman Jabon memiliki prospek bagus ke depan. Terlebih kebutuhan kayu di Indonesia saat ini sekitar 18 juta m3 per tahun, sementara produksi kayu yang tersedia setiap tahunnya berkisar 9 juta m3.
Kondisi di lapangan, sebagian masyarakat di wilayah Kecamatan Plantungan dan sekitarnya, yang selama ini menanam sengon, seolah menjadi khawatir meneruskan budidaya tanaman tersebut. Hal ini setelah, tanaman sengon banyak yang terserang tumor karat.
Pohon usia muda dan dewasa yang terserang penyakit ’’daging tumbuh’’ di dahan sengon itu, hampir dipastikan akan kering dan mati. Sedangkan, sejauh ini belum ada obat tanaman untuk penyakit itu.
Ketua kelompok tani Jabon di Sukorejo, Ardha menambahkan pihaknya telah bekerja sama dengan Perhutani sehingga mendapat fasilitas bantuan bibit, bimbingan dalam perawatan serta pemasaran kayu.
Melalui kerja sama itu, kelompok tani yang dipimpinnya akan mendapat sertifikasi, sehingga produk kayu bisa diterima di pasar luar negeri.
’’Jabon mudah tumbuh di lahan dengan ketinggian maksimal 1.300 meter di atas permukaan laut, serta tidak memerlukan perlakukan khusus, tahan terhadap penyakit karat tumor. Kami siap menerima konsultasi secara langsung dengan datang ke kelompok tani di Dusun Sempu, Desa Tamping Winarno, Sukorejo, atau melalui ponsel di 081.3285 19551,’’ ujar Ardha. (Setyo Sri Mardiko-16)
[by suaramerdeka.com]

Menanam untuk kaya


Aku punya paradigma yakni
MARI MENANAM UNTUK KAYA TANPA MERUSAK HUTAN KITA..
Paradigma itu sebenarnya ingin mengajak semua pihak untuk peduli dan mengkayakan diri sekaligus menghijaukan bumi kita dengan berinvestasi menanam pohon keras, seperti Jabon atau Sengon tanpa menggangantungkan kayu dari hutan lindung yang semakin hari semakin ditebangi oleh orang yang tidak punya nurani pada hidupnya dibumi ini. marilah kita menghidup-hidupi bumi kita, seperti bumi kita menghidup-hidupi kita..
Semangat untuk menanam!